Biografi Iwan Fals
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ikut saudaranya di
Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika
ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan
mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda bahkan
ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu.
Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalam paduan suara sekolah.
Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari
seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat
master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto,
Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album
tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai
pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans
fanatik Iwan Fals.
Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival
lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat
direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC
Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu
saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica
Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di
Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda,
misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.
Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan
mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album
Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan
berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi
setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI,
lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan,
Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan
dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap
dapat memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat
lagu yang bertema kritikan pada pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan
bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan
rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani
memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas.
Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga
tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat
diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara
lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam
beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus
berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang
dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara. Beberapa konser musiknya
pada tahun 80-an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran
listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals
membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.
Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat
keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara
menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini
pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan
keluarganya sering mendapatkan teror. Hanya segelintir fans fanatik Iwan
Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi
koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI
pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan
Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karier Iwan Fals terus
menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang
didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata
Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang
terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.
Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan
SWAMI II) berakhir, dan di sela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa
dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo
maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama
sebagian mantan personil SWAMI.
Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah
memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam
setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat
musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun bandnya pada setiap
penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo.
Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada
panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada
logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang
tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.
Keluarga Iwan Fals
Iwan lahir dari Lies (ibu) dan mempunyai ayah Haryoso almarhum (kolonel
Anumerta). Iwan menikahi Rosana (Mbak Yos) dan mempunyai anak Galang
Rambu Anarki (almarhum), Annisa Cikal Rambu Bassae, dan Raya Rambu
Rabbani.
Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun
demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi
trademark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok Bunga dan
sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya.
Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang
Rambu Anarki pada album Opini, yang bercerita tentang kegelisahan orang
tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan
harga BBM pada awal tahun 1982 yaitu pada hari kelahiran Galang (1
Januari 1982).
Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album
dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991. Sebelumnya Cikal juga
pernah dibuatkan lagu dengan judul Anisa pada tahun 1986. Rencananya
lagu ini dimasukkan dalam album Aku Sayang Kamu, namun dibatalkan. Lirik
lagu ini cukup kritis sehingga perusahaan rekaman batal menyertakannya.
Pada cover album Aku Sayang Kamu terutama cetakan awal, pada bagian
penata musik masih tertulis kata Anissa.
Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak
yang membuat aktivitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa
tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa
Leuwinanggung, Cimanggis, Depok Jawa Barat. Sepeninggal Galang, Iwan
sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri.
Pada tahun 2002 Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian
lama menyendiri dengan munculnya album Suara Hati yang didalamnya
terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kematian Galang Rambu
Anarki. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Yos) juga ikut menyumbangkan
suaranya.
Sejak meninggalnya Galang Rambu Anarki, warna dan gaya bermusik Iwan
Fals terasa berbeda. Dia tidak segarang dan seliar dahulu. Lirik-lirik
lagunya terkesan lebih dewasa dan puitis. Iwan Fals juga sempat
membawakan lagu-lagu bertema cinta baik karangannya sendiri maupun dari
orang lain.
Pada tanggal 22 Januari 2003, Iwan Fals dianugrahi seorang anak
lelaki yang diberi nama Raya Rambu Rabbani. Kelahiran putra ketiganya
ini seakan menjadi pengganti almarhum Galang Rambu Anarki dan banyak
memberi inspirasi dalam dunia musik seorang Iwan Fals.
Di luar musik dan lirik, penampilan Iwan Fals juga berubah total.
Saat putra pertamanya meninggal dunia Iwan Fals mencukur habis rambut
panjangnya hingga gundul. Sekarang dia berpenampilan lebih bersahaja,
rambut berpotongan rapi disisir juga kumis dan jenggot yang dihilangkan.
Dari sisi pakaian, dia lebih sering menggunakan kemeja yang dimasukkan
pada setiap kesempatan tampil di depan publik, sangat jauh berbeda
dengan penampilannya dahulu yang lebih sering memakai kaus oblong bahkan
bertelanjang dada dengan rambut panjang tidak teratur dan kumis tebal.
Peranan istrinya juga menjadi penting sejak putra pertamanya tiada.
Rosana menjadi manajer pribadi Iwan Fals yang mengatur segala jadwal
kegiatan dan kontrak. Dengan adanya Iwan Fals Manajemen (IFM), Fals
lebih profesional dalam berkarier.
Ketika Galang lahir pada 1 Januari 1982 si bapak, yang perasaannya
campur-aduk karena pertama kali merasakan diri jadi ayah-merasa harus
bertanggung jawab, merasa mencintai, heran, bahagia, bangga punya
keturunan dan sebagainya-menciptakan lagu berjudul Galang Rambu Anarki.
Lagunya cukup terkenal dan masuk album Opini (1982).
Galang tumbuh jadi anak cerdas. Endi Aras sering main tembak-tembakan
dengan Galang. Muhamad Ma’mun punya karakter rekaan yang sering
diceritakannya pada Galang. Namanya “Gringgrong”-seorang jagoan “kayak
Tarzan” yang bisa mengalahkan harimau, naik kuda, dan mengalahkan musuh.
Tiap kali Ma’mun datang menginap, cerita Gringgong ditagih Galang. Di
Condet hanya ada dua kamar, “Kalau saya nginep, Galang tidur sama
bapaknya,” kata Ma’mun.
Ketika beranjak remaja, Ma’mun melihat Galang badannya bagus,
berbentuk. Galang bukan tipe anak hura-hura. Kalau minta uang paling
buat bayar taksi pergi ke sekolah. “Untuk beli-beli dia nggak punya
uang,” kata Iwan. Galang juga besar tekadnya. Suatu saat Galang, yang
belum bisa menyetir mobil dan tak punya surat izin mengemudi, ingin bisa
mengendarai mobil. Solusinya? Galang mengendarai mobil sekaligus dari
Jakarta ke Pulau Bali!
Tapi kekerasan Galang suatu hari membuat Iwan angkat tangan. Dia
datang ke Ma’mun, “Mas gimana nih, Galang nggak mau sekolah lagi?”
“Terus maunya apa?” “Embuh, main musik atau buka bengkel.”
Galang memutuskan keluar dari SMP Pembangunan Jaya di Bintaro, yang
terletak dekat rumah dan termasuk salah satu sekolah mahal di Jakarta.
Iwan sering pindah rumah dan waktu itu tinggal di Bintaro. Hingga
akhirnya di Leuwinanggung, ia sudah pindah rumah 12 kali. Usia Galang 14
tahun dan sedang memproduksi rekamannya yang pertama bersama kelompok
Bunga. Iwan tak bisa berbuat banyak dan membiarkan Galang putus sekolah.
Galang pernah juga kabur meninggalkan rumah. Dalam pelarian, menurut
Iwan, Galang melihat poster dan foto papanya di mana-mana. “Dia merasa
diawasi,” kata Iwan. Galang merasa tak bisa lari dan kembali ke rumah.
Suatu saat Iwan curiga. Iwan bertanya, “Lang, lu pakai ya?” “Mau apa
tahu, Pa?” kata Galang, ditirukan Iwan.
Iwan menganggap dirinya sudah insyaf. Kok Galang yang memakai? Iwan
merasa Galang meniru papanya. Mula-mula rokok lalu obat. Endi Aras
mengatakan Iwan agak teledor kalau menyimpan ganja atau merokok.
Galang menerangkan dia hanya mencoba. Rasanya pusing serta teler. “Ya
udah, kalau sudah tahu ya udah,” kata Iwan. Kebetulan Galang punya
pacar, seorang cewek gaul bernama Ine Febrianti, yang juga keberatan
Galang memakai obat-obatan. Inne mendorong Galang tak memakai
obat-obatan. “Dia bukan pemakai. Dia sangat cinta pada keluarganya.
Kontrol diri sangat kuat,” kata Iwan.
Kamis malam 24 April 1997 sekitar pukul 11:00 malam Galang pulang ke
rumah, setelah latihan main band. Dia makan lalu pamit pada papanya mau
tidur. Mamanya lagi tak enak badan. Iwan masih mendengar Galang
telepon-teleponan. Subuh sekitar 4:30 Kelly Bayu Saputra, sepupu Galang
yang tinggal di sana, mau mengambil sisir di kamar Galang. Kelly
memanggil Galang tapi tak bangun. Kelly mendekati Galang dan
menggoyang-goyangkan badannya. Lemas. Kelly kaget. Dia mengetuk kamar
Yos. Yos bangun dan menemukan Galang badannya dingin. “Saya turun ke
bawah, panggil Iwan,” kata Yos.
Keluarga heboh. Iwan terpukul sekali. Pagi itu saudara-saudaranya
datang. Mereka menghubungi semua kerabat dan teman. Leo Listianto, adik
Iwan, menelepon Ma’mun di Karawaci. “Saya masih tidur, antara percaya,
tidak percaya,” kata Ma’mun. Sepuluh menit kemudian, Ma’mun ditelepon
Dyah Retno Wulan, adiknya Leo, biasa dipanggil Lala, juga memberitahu
Galang meninggal. “Saya bengong,” kata Ma’mun. Dia segera menuju
Bintaro.
Fidiana menerima telepon dari Ari Ayunir. Fidiana membangunkan Iwang
Noorsaid, suaminya, “Wang, ini ada berita duka … Galang meninggal.”
Mereka agak tak percaya karena beberapa hari sebelumnya pasangan ini
bertamu ke Bintaro dan melihat Galang mondar-mandir. Mereka mencoba
telepon ke Bintaro tapi nada sibuk. Mereka menelepon Herri Buchaeri,
Endi Aras, dan beberapa rekan lain sebelum naik mobil ke Bintaro.
Endi Aras mengatakan, “Pagi-pagi aku dapat kabar. Iwang Noorsaid yang
telepon.” Endi sampai di Bintaro sekitar pukul 5:30. “Aku ikut
memandikan (jasad Galang),” kata Endi. Ketika Iwan memandikan jasad
anaknya, dia berujar berkali-kali, “Galang, kamu sudah selesai, Papa
yang belum … Lang, kamu sudah selesai, Papa yang belum …..” Kalimat itu
diucapkan Iwan berkali-kali. Ma’mun dirangkul Iwan. “Jagain Mas, jagain
anak-anak Mas,” kata Iwan, seakan-akan hendak mengatakan ia sendiri
kurang menjaga anaknya dengan baik.
“Yos histeris, menangis ketika saya peluk. ‘Aduh, anak saya sudah
meninggal mendahului saya,’” kata Fidiana. Iwan tak banyak bicara,
menunduk, menangis, dan hanya bilang “terima kasih” kepada tamu-tamu.
“Kepada kita dia nggak ngomong sama sekali,” kata Fidiana.
Galang dimakamkan di mana? Ada usul pemakaman Tanah Kusir dekat
Bintaro. Iwan emosional, ingin memakamkan Galang di rumahnya. Bagaimana
aturannya? Iwan pun memutuskan menelepon kyai Abdurrahman Wahid alias
Gus Dur dari Nahdlatul Ulama. Saat itu Gus Dur belum jadi presiden
Indonesia. Iwan menganggap Gus Dur “guru mengaji” yang terbuka, tempat
orang bertanya. Gus Dur mengerti hukum Islam maupun hukum pemerintahan.
Gus Dur dalam telepon menjelaskan dalam aturan Islam diperbolehkan
memakamkan jenazah di rumah. Pemakaman bergantung wasiat almarhum atau
keinginan keluarga. Tapi di Jakarta tak bisa memakamkan orang di rumah
sendiri karena keterbatasan lahan. “Di Jakarta nggak boleh … kalau Bogor
boleh.”
Kata “Bogor” itu mengingatkan Iwan pada Leuwinanggung. Keluarga pun memutuskan Galang dimakamkan di Leuwinanggung.
Menurut Harun Zakaria, seorang tetangga Iwan di Leuwinanggung, yang
juga menjaga kebun Iwan, dia dihubungi Lies Suudiyah, ibunda Iwan. “Bu
Lies datang ke sini. Dia bilang, ‘Cucunda meninggal. Tolong di sini
kuburannya,” kata Harun.
Jenazah disemayamkan dulu di masjid Bintaro. Sekitar 2.000 jamaah
salat Jumat di masjid itu ikut menyembahyangkan Galang. Banyak seniman,
tetangga, kenalan Iwan, dan Yos datang menyampaikan duka. Setiawan
Djody, W.S. Rendra, Ayu Ayunir, Jalu, Totok Tewel, Jockie Suryoprayogo,
juga tampak di sana. Spekulasi wartawan maupun pengunjung memunculkan
gosip bahwa dada Galang kelihatan biru. Galang digosipkan overdosis. Ini
merambat ke mana-mana karena tubuh Galang kurus ceking.
Orang sebenarnya tak tahu persis penyebab kematian Galang karena tak
ada otopsi terhadap jenazahnya. Kawan-kawan Iwan memilih diam. Mereka
merasa tak nyaman mengecek spekulasi overdosis kepada orangtua yang
berduka. Kresnowati pernah diberitahu Yos bahwa penyebab kematian Galang
penyakit asma. Fidiana mengatakan beberapa hari sebelum kematian, Yos
mengatakan Galang lagi sakit-sakitan. Iwan mengatakan pada saya, fisik
Galang “agak lemah” dan “Galang lemah di pencernaan.”
Pendidikan Iwan Fals
- SMPN 5 Bandung
- SMAK BPK Bandung
- STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP)
- Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Sumber : http://www.duniabaca.com